BANDUNG – Fakta baru muncul dalam persidangan dugaan suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jabar yang menjerat Bupati Bogor nonaktif, Ade Yasin. (6/9/2022).
Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jln. LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin, 15 Agustus 2022, terungkap adanya peran oknum BPK yang meminta dana ke sejumlah ASN dan Satker di Kabupaten Bogor.
Sidang mengagendakan pemeriksaan sebelas0 saksi dari satuan kerja (Satker) di lingkungan Pemkab Bogor. Saksi yang dihadirkan yaitu Wakil Direktur RSUD Ciawi Yukie Meistisia Ananda Putri, Kasubbag Kepegawaian RSUD Ciawi Irman Gapur, Kepala Bagian Keuangan RSUD Cibinong Yuyuk Sukmawati, Kasubbag Anggaran RSUD Cibinong Saptoaji Eko Sambodo, Kabag Anggaran Pada BPKAD Kabupaten Bogor Achmad Wildan, dan Sekretaris KONI Kabupaten Bogor Rieke Iskandar.
Kemudian Kasubbag Keuangan Kecamatan Cibinong Mujiyono, Kabag Keuangan Dinkes Kabupaten Bogor Heri Heryana, Analis Kebijakan/Kasubkoor PDA-BPBJ-Setda Kabupaten Bogor Unu Nuriman, Kabid Sarpras Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Desirwan Kuslan serta Iji Hataji.
Berdasarkan keterangan saksi, oknum itu meminta dana kepada Satker yang tengah diperiksa BPK. disampaikan dengan kode ‘fotokopian’ sehingga tak terlihat ada peran Bupati Ade Yasin dalam aksi ini.
Saksi pertama yang mengungkap adanya permintaan dana dari BPK Jabar adalah Wakil Direktur RSUD Ciawi, Yukie Meistisia Ananda. Ia mengaku diminta sejumlah uang oleh oknum BPK melalui Ihsan Ayatullah sehingga bersama para direktur lain menyiapkan dana Rp 200 juta.
Kepada majelis hakim yang dipimpin Hera Kartiningsih, Yukie mengaku terpaksa memenuhi permintaan tersebut karena tengah diperiksa BPK sehingga tidak ada temuan.
“Kami patungan uang pribadi dari para pimpinan sebanyak Rp 200 juta dua kali pengiriman,” jelasnya.
Aksi pembohong oknum BPK Jabar ini juga dilakukan terhadap Satker lainnya di lingkungan Pemkab Bogor. Kasubbag Keuangan Kecamatan Cibinong, Mujiyono juga mengaku diminta sejumlah uang operasional oknum BPK dan diminta uang sebanyak 10 persen dari nilai proyek senilai Rp 9 miliar.
Namun dalam perjalanannya terjadi tawar menawar sehingga hanya terpenuji Rp 50 juta. “Akhirnya kami iuran dari lurah lurah, untuk membayarnya,” kata Mujiono.
Berdasarkan keterangan saksi, aksi oknum BPK ini terus merambat ke Dinas Pendidikan dan satuan non kedinasan yaitu Komite Olahraga Nasional Indonesia Kabupaten Bogor. Sekretaris KONI, Rieke Iskandar juga mengaku dirinya dihubungi Ihsan untuk meminta uang operasional Rp 150 juta.
Namun, pihaknya sempat menolak karena tidak ada uang, dalam tawar menawar akhirnya pihak KONI hanya menyerahkan Rp 50 juta. “Kami berlaga lupa saja, kalau tidak minta lagi, ya sudah,” lanjutnya.
Menurut para saksi yang hadir di persidangan, aksi oknum BPK ini terjadi di lingkungan Satker tanpa diketahui pimpinan satuan maupun Bupati Bogor Ade Yasin.
Kabid Sarpras Dinas Pendidikan Kabupaten, Bogor Desirwan Kuslan, dalam keterangannya, mengaku belum melaporkan permintaan uang tersebut saat diminta oknum BPK karena rentang waktu permintaan begitu cepat.
Kepala dinas belum tahu, saya belum sempat melaporkan ke kepala dinas sudah ada OTT,” ujar Desirwan.
Dalam perkara ini, Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin didakwa menyuap auditor BPK Jawa Barat sebesar Rp. 1,9 Miliar. Ia diduga menyuap BPK berkaitan dengan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD), pemerintah Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021.
Uang yang diberikan Ade Yasin senilai Rp 1,9 miliar kepada anggota BPK Jawa Barat itu, dilakukan dari Oktober 2021 sampai April 2022.
“Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau memberikan sesuatu yaitu uang yang keseluruhannya berjumlah Rp 1.935.000.000,” ujar PU KPK, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jlan L.L.R.E Martadinata, Kota Bandung, Rabu, 13 Juli 2022
Ade Yasin didakwa dinilai telah melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama. Ia juga dianggap melanggar Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua.
*Fakta Baru Dugaan Pemeras*
Pada sidang ini Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan enam pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Keenam saksi tersebut yaitu, Kepala Dinas Soebiantoro alias Bibin, Staf Bidang Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Iwan Setiawan dan Gantra Lenggana, Kepala Bidang Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
Kemudian, Kepala Seksi Bina Teknik Jalan dan Jembatan Khairul Amarullah, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan Krisman Nugraha, serta Kepala Bidang Infrastruktur Sumber Daya Air (ISDA) R Nur Cahya.
Dalam perkara ini jaksa KPK sudah menghadirkan 11 saksi yang diperiksa dalam dua kali sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih.
Usai sidang Penasihat Hukum Ade Yasin, Dinalara Butar Butar kepada wartawan mengaku optimistis akan membuktikan bahwa Ade Yasin tidak terlibat dalam perkara dugaan suap terhadap pegawai BPK RI Perwakilan Jawa Barat.
“Kami sangat optimistis bisa membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah dalam perkara ini,” ujarnya.
‘Seperti terungkap dalam persidangan hari ini, saksi dari Dinas PUPR itu sebetulnya tidak ada kaitannya dengan klien kami Ade Yasin. Tapi saya coba ikut bertanya untuk membukakan kebenaran dalam perkara ini. Dan persidangan hari ini kita menemukan fakta baru, bahwa sebenarnya orang-orang yang memberikan uang itu patut diduga mereka merasa diperas.’ Katanya.
Tadi kita dengarkan pernyataan dari saksi-saksi yang memang disuruh Pak Adam. Ternyata pak Adam dalam kegelisahan yang luar biasa, beliau sangat tertekan dengan permintaan daripada BPK tersebut.’ Ujar Dina.
‘Jadi itu yang menarik bagi saya, walaupun tidak ada hubungannya dengan klien kami Ade Yasin bahwa kebenaran ini harus dibuka karena patut diduga adalah pemerasan terhadap SKPD ataupun kepada orang yang memberikan uang, itu kita dengarkan dari keterangan keenam orang saksi tadi, mereka sampai menggunakan uang pribadi dan mereka memberikan itu dengan keadaan berat hati, itu kuncinya.’ Jelas Dina.
‘Jadi uang yang diminta itu atas permintaan dari BPK dan itu spontanitas, jadi artinya tidak pernah disepakati dari awal. Artinya setiap BPK meminta pak Adam mengumpulkan staff nya akhirnya dia mengutarakan kegelisahan dan yang dia rasakan karena permintaan BPK, staf-staf dia karena ikut merasa penderitaan, maka mereka patungan. Coba bayangin dari UPT-UPT mereka patungan sejuta, sejuta, sejuta sudah kaya kaleng.’ Parpar Dinalara Butar Butar.
Artinya disini kita lihat bahwa PUPR juga merasakan beban yang sangat berat dari permintaan BPK. Jadi sekarang saya baru paham ternyata pak Adam cs itu ternyata tertekan memberikan itu patut diduga semua itu karena pemerasan.’ Katanya.
Terkait dengan ancaman pemerasannya gimana Dinalara belum bisa menjawab. ‘Nanti kita tunggu penjelasan pak Adam saat beliau menjadi saksi, tapi setidak-tidaknya pak Adam mengungkapkan kegelisahannya kepada staf nya. Sehingga semua staf pada berpartisipasi. Kabid 4 juta misalnya subcon nya 2 juta, artinya ini tidak ada kesepakatan tapi spontanitas
Diminta hari ini 100 juta mereka kumpulin, minta 15 juta mereka kumpulin, minta 50 juta mereka kumpulin. Tidak ada kesepakatan dari awal, bagaimana mungkin ada perintah, karena itu adalah spontanitas. Jadi Kaitannya dengan Bu Ade Yasin apa?
Pak kadis aja tidak tahu, apalagi bupati. Dan tadi para saksi menjelaskan, mereka mengumpulkan itu spontanitas dengan kegelisahan hati dari pak Maulana Adam karena ada permintaan dari BPK.Total uangnya,tadi dipersidangan kan ada yang 10 juta, ada 35 juta, ada 50 juta, ada 200 juta ada 110 juta.’ Tegas Dinalara. (BTV)